Negara Indonesia adalah negara hukum yang mana dalam pelaksanaannya akan mengandalkan aturan hukum yang berlaku. Bahwa dalam pelaksanaan hukum yang berlaku. Hukukm adalah suatu kondisi dimana manusia, yang secara alamiah berdiri sendiri dalam hal menyatukan diri mereka dalam suatu masyarakat, sehingga hukum tidak dapat untuk dipisahkan dari tanggungjawab bersama dalam memberikan suatu perhatian yang lebih besar kepada segala sesuatu yang ada disekitar kita (1). Melalui hukum yang diterapkan dengan baik, maka dalam suatu kehidupan dalam tatanan kebersamaan adanya bangsa akan terciptanya dengan sendirinya dikarenakan dalam hukum setiap warga negara Indonesia yang turut memiliki yang sama (2).
Tanah adalah sebuah kebutuhan mendasar bagi suatu kehidupan manusi sehingga kepastian hukum di bidang pertanahan turut diperlukan. Bahwa adanya perkembangan dari tahun ke tahun, tanah juga turut memiliki fungsi dan juga nilai ekonomis yang turut tinggi. Dalam hal ini kehidupan sehari-hari masalah tanah kerap terjadi, terutama yang turut berkaitan dengan sertifikat tanah. Sertifikat tanah adalah sebuah dokumen yang turut dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional dan juga sebagai tanda bukti kepemilikan dan juga hak seseorang atas suatu tanah. Sertifikat tanah ganda, penipuan yang turut dilakukan oleh mafia tanah, sertifikat tanah yang rusak dan kemudian hilang adalah beberapa dari sekian banyak sengketa pertanahan. Suatu bentuk perbuatan penipuan tanah turut menggunakan modus menukar sertifikat tanah korban dengan adanya dokumen tiruan yang mirip dengan aslinya (3).
Salah satu bentuk perkembangan dunia digitalisasi saat ini yang kemudian menimbulkan pro dan kontra adalah berkaitan dengan sertifikat tanah yang dihadirkan melali bentui digital atau sertifikat tanah elektronik. Hal tersebut diatur di dalam ketentuan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Gagasan tersebut merupakan suatu bentuk respon dari modernisasi dunia teknologi, tetapi disisi lain mengingat permasalahan sertifikat tanah telah banyak terjadi di masyarakat lalu bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan yang kemudian akan timbul dengan adanya sertifikat dalam bentuk elektronik (4). Permasalahan tersebut berkaitan dengan mengenai kekuatan hukum dan pemberlakuan sertifikat tanah elektronik di masyarakat.
Berkaitan dengan Pasal 1 ayat (3) Konstitusi yang memberikan pernyataan bahwa Indonesia sebagai negara hukum maka dalam mencapai tujuan dari negara hukum tersebut Indonesia wajib memenuhi seluruh hak-hak dari warga negaranya, termasuk perlindungan hak asasi bagi warga negaranya dalam hal kepemilikan atas tanah. Senada dengan pendapat yang diberikan oleh Philipus M. Hadjon yang berusaha menjelaskan sebuah prinsip hukum dan juga prinsip perlindungan bagi rakyat Indonesia yang menggabungkan sebuah ideologi negara, yaitu Pancasila dengan suatu konsep bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat. Konsep perlindungan hukum tersebut didasarkan pada pengakuan-pengakuan terhadap perlindungan hak asasi manusia (5). Bukan hanya itu saja, Philipus juga menyatakan bahwa konsepsi perlindungan dari hukumbarat dapat dijadikan sebagai dasar dalam pemiliran memberikan perlindungan dalam perwujudan ideologi negara. Prinsip yang relevan tersebut harus diwujudkan demi kepentingan dan penobatan Indonesia sebagai negara hukum.
Salah satu bentuk perlindungan hukum yang kemudian perlu diakomodir oleh negara adalah perlindungan terhadap kepemilikan sertifikat hak atas tanah dalam bentuk elektronik. Hal tersebut merupakan suatu bentuk pembaharuan hukum dari hadirnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik yang menjelaskan bahwa sertifikat tanah yang awalnya hanya berbentuk buku, kemudian akan berubah menjadi sertifikat elektronik yang mana bentuk dan prosesnya akan diatur lebih lanjut oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (6). Peraturan yang dibentuk tersebut memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yang berbentuk elektronik.
Hakikat dari perubahan sertifikat hak atas tanah yang berbentuk elektronik tersebut berusaha untuk mewujudkan suatu modernisasi pendaftaran pertanahan guna meningkatkan suatu indikator kemudahan berusaha dan juga proses pelayanan publik kepada masyarakat dalam mengoptimalkan suatu pemanfaatan teknologi digital dan juga dalam proses peningkatan pelayanan pertanahan beberbasis teknologi (7). Salah satu upaya pemerintah dalam menghadirkan sertifikat tanah elektronik tersebut dengan membuat kemungkinan permasalahan yang terjadi dan juga penanganannya. Pemerintah telah menyediakannya upaya-upaya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang atau pemilik sertifikat tanah dalam bentuk elektronik.
Perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat tanah elektronik dari segi pembuktian Sertipikat Tanah Elektronik tidak menjadi masalah karena Sertipikat tanah elektronik, sebagai bukti kepemilikan elektronik yang diakui oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari segi validitas tidak ada persoalan apalagi juga sudah dikuatkan dalam Pasal 5 Permen ATR/BPN No 1 Tahun 2021. Untuk keamanan Pihak Kementerian ATR/BPN telah menyiapkan antisipasi kebocoran data melalui kerjasama dengan BSSN. Sertipikat tanah elektronik akan memberlakukan tanda tangan elektronik dan menggunakan Hash Code (metode untuk memverifikasi keaslian) dan QR Code (sebuah kode matriks yang dibuat agar isinya dapat diurai dengan kecepatan tinggi yang untuk membukanya dibutuhkan scan atan pemindaian) yang dijamin Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) (8).
Analisis Sertifikat Tanah Elektronik Tersebut Dapat Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Pemiliknya
Banyaknya permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait dengan sertfikat tanah ganda atau juha sertifikat yang kemudian dalam pemberlakuannya dapat terjadi tumpang tindih sehingga menyebabkan banyak mafia tanah di lingkungan. Sertifikat Tanah adalah sebagai bukti konkret suatu subyek hukum atas kepemilikan tanahnya, namun ketika sertifikat tanah yang dimiliki oleh subyek hukum tersebut dapat menjadi bumerang dirinya sendiri, mendudukkan sertifikat tanah tidak lagi memiliki kekuatan hukum atau kepastian hukum dalam pemberlakuannya (9). Hal tersebut yang kemudian menyebabkan Pemerintah menggadangkan adanya Sertifikat Tanah Elektronik sebagai salah satu jalan keluar dalam mengatasi permaslaahan tersebut.
Pemerintah dengan melahirkan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik menyebabkan terjadinya suatu perubahan yang cukup mendasar dalam proses sistem pendaftaran tanah yang dilakukan dengan basis sistem elektronik. Akibat dari proses pendaftaran dan juga pengajuan sertifikat tanah basis elektronik tersebut adalah hasil yang diberikan atau luaran dari Pemerintah memberikan sertifikat elektronik kepada pengurus sertifikat tanah tersebut. Bahwasannya Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2021 tersebut telah masuk ke dalam bagian hirarki peraturan perundang-undangan sehingga menyebabkan kedudukan dari peraturan menteri tersebut dianggap dan dapat diberlakukan. Segala ketentuan yang ada di dalamnya yang berkaitan dengan sertifikat tanah elektronik dapat dijalankan dengan alasan bahwa Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2021 merupakan bagian dari sumber hukum di Indonesia (10).
Kemudian, didukung dengan adanya Undang-Undang ITE Sebagai dasar dalam pemberian kedudukan terhadal bukti elektronik, memberikan kesempatan kepada sertifikat tanah elektronik menjadi suatu bukti yang telah memenuhi standar untuk menjadi bukti Elektronik. Bukan hanya itu saja, di dalam ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik Pasal 1 Angka 1 sampai 5 yang mengatur mengenai sistem elektronik, dokumen elektronik, data, pangkalan data dan tanda tangan elektronik. Adapun keadaan yang diterangkan pada kegiatan pendaftaran tanah melalui sistem elektronik ini paparkan dalam bentuk dokumen bentuk gambar ukur, gambar ruang, peta bidang tanah, peta ruang, surat ukur, gambar denah, surat ukur ruang, dan sertipikat dalam bentuk dokumen elektronik. Sehingga dapat dipahami bahwa Peraturan Menteri ini telah memenuhi syarat formil dan materil dari dokumen elektronik sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sertifikat elektronik di berlakukan di Indonesia dengan dasar yang cukup kuat untuk dapat dikatakan sebagai hak kepemilikan atas tanah. Hanya saja dalam pelaksanaan dan implementasinya harus disempurnakan agar setiap orang mulai beralih dari sertifikat tanah dalam bentuk buku menjadi sertifikat tanah dalam bentuk elektronik. Sertifikat tanah elektronik tersebut merupakan suatu jaminan dari kepastian hukum karena kedudukan dari Peraturan Menteri itu sendiri memiliki legalitas yang cukup kuat dalam tata hirarki peraturan perundang-undangan. Bukan hanya itu saja, dalam pelaksanaannya Peraturan Menteri tersebut dibuat dan dibentuk berdasaran data lapangan atau fakta empiris di lapangan yang menunjukkan banyaknya permasalahan terkait sertifikat tanah dalam bentuk dokumen. Serta dalam pelaksanaannya, ketentuan mengenai Peraturan Menteri ini tidak mudah berubah mengingat relevansinya dengan kondisi saat ini. Selain itu, kepastian hukum juga berkaitan dengan pembuktian, sertipikat elektronik adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia (11).
Berdasarkan uraian di atas, maka kesimpulan yang dapat penulis urai adalah prinsip perlindungan bagi rakyat Indonesia yang menggabungkan sebuah ideologi negara, yaitu Pancasila dengan suatu konsep bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat yang mana dalam kasus ini Pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap keberadaan sertifikat tanah elektronik yang dimiliki oleh masyarakat. Melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik Pemerintah berusaha memberikan pengaturan ruang lingkup yang jelas mengenai pelaksanaan dan juga penanganan terhadap upaya perlindungan hukum dalam kepemilikan sertifikat tanah elektronik. Sertifikat tanah elektronik diatur dalam Peraturan Menteri yang memiliki legalitas cukup kuat dalam tata hirarki peraturan perundang-undangan. Bukan hanya itu saja, dalam pelaksanaannya pengaturan mengenai sertifikat elektronik diatur dalam bentuk aturan yang rigid yang mana dalam pelaksanaannya untuk dilakukan perubahan cukup memiliki prosedur dan dasar yang cukup kuat. Sehingga, dengan diaturnya dan diakomodirnya ketentuan mengenai sertifikat elektronik tersebut hal itu menandakan sertifikat tanah elektronik memiliki kepastian hukum.
Referensi :
1. Leonie Lokollo, Jetty Martje Patty, dan Judy Marria Saimima, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penguasahan Tanah
Yang Bukan Milik Pasca Konflik Sosial, Jurnal Belo, Volume 6, Nomor 1, 2021, hlm. 103.
2. Cesare Baccaria, Perihal Kejahatan dan Hukuman, (Jakarta: Genta Publishing, 2017), hlm. 1-2.
3. Haryanti, 2020, Berantas Mafia Tanah, BON Digitilalisasi Dokumen Pertanahan, diakses melalui
https://properti.kompas.com/read/2020/02/12/224652021/berantas-mafia-tanah-bpn-digitalisasi-dokumen-pertanahan, diakses pada tanggal 23 Oktober 2022.
4. Muhd. Nafan, Kepastian Hukum Terhadap Penerapan Sertifikat Elektronik Sebagai Bukti Penguasaan Hak Atas Tanah
di Indonesia, Jurnal Pendidikan Tambusai, Volume 6, Nomor 1, 2022, hlm. 3343.
5. Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 31.
6. Suci Febrianti, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah Elektronik, Jurnal Notary UI,
Volume 3, Nomor 3, 2021, hlm. 197.
7. Nandatama Ayu Lafitri, Kepastian Hukum Sertipikat Hak Tanggungan Elektronik Dalam Hukum Pembuktian di Peradilan
Menurut Hukum Acara Perdata, Jurnal Pro Hukum, Volume 9 Nomor 2, 2020, hlm. 11.
8. Yagus Suyadi, Materi Webinar Pemberlakuansertipikat Tanah Elektronik Ditinjau Dari Keamanan Dan Kepastian
Hukum, 09 Februari 2021, hlm. 20.
9. Nur Hidayani Alimuddin, Implementasi Sertifikat Elektronik Sebagai Jaminan Kepastian Hukum Kepemilikan Hak Atas
Tanah di Indonesia, Jurnal SASI, Volume 27, Nomor 3, 2021, hlm. 335.
10.Rumiarta, I. N. P. B., Kedudukan Peraturan Menteri pada Konstitusi, Jurnal Kerta Dyatmika, Volume 12, Nomor 2,
2015, hlm 1- 15,
11.Ibid., hlm. 344.