Ada 2 pengertian tanah adat, yaitu :
- Tanah “Bekas Hak Milik Adat” yang menurut istilah populernya adalah Tanah Girik, berasal dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum dikonversi menjadi salah satu tanah dengan hak tertentu (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau Hak Guna Usaha) dan belum didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam-macam: girik, petok, rincik, ketitir dan lain sebagainya.
- Tanah milik masyarakat ulayat hukum adat, yang bentuknya seperti: tanah titian, tanah pengairan, tanah kas desa, tanah bengkok dll. Untuk jenis tanah milik masyarakat hukum adat ini tidak bisa disertifikatkan begitu saja. Kalau pun ada, tanah milik masyarakat hukum adat dapat dilepaskan dengan cara tukar guling (ruislag) atau melalui pelepasan hak atas tanah tersebut terlebih dahulu oleh kepala adat.
Jika tanah adat berbentuk girik, dan pihak yang hendak melakukan proses penyertifikatannya merupakan pemilik asli yang tercantum dalam tanah adat tersebut, maka tidak diperlukan adanya jual beli terlebih dahulu.
Jika sudah terjadi pewarisan, maka harus didahului dengan pembuatan keterangan waris dan prosedur waris.
Penyertifikatan tanah adat dalam istilah hukum pertanahan dikenal dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar.
Untuk mengurus pembuatan sertifikat tanah adat, maka merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pemilik tanah girik dapat mengajukan pendaftaran ke Kantor Badan Pertanahan (BPN) setempat.
Kelengkapan yang harus dibawa untuk mengurus sertifikat tanah adalah sebagai berikut:
- Surat Rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang akan didaftarkan.
- Membuat surat tidak sengketa dari RT/RW/Lurah.
- Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan penyertifikatan (surat ini bisa diperoleh di Kantor Pertanahan setempat).
- Surat kuasa (apabila pengurusan dikuasakan kepada orang lain, misalnya PPAT).
- Identitas pemilik tanah (pemohon) yang dilegalisasi oleh pejabat umum yang berwenang (biasanya Notaris) dan/atau kuasanya, berupa fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, surat keterangan waris dan akta kelahiran (jika permohonan penyertifikatan dilakukan oleh ahli waris).
- Bukti atas hak yang dimohonkan: girik/petok/rincik/ketitir atau bukti lain sebagai bukti kepemilikan.
- Surat pernyataan telah memasang tanda batas.
- Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Tanda Terima Sementara (STTS) tahun berjalan.