Surat Wasiat atau testamen adalah surat yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia kelak. Surat Wasiat harus dibuat dalam bentuk akta atau surat, tak boleh hanya dalam bentuk lisan, dan ditandatangani oleh orang yang berwasiat. Didalam surat wasiat berisi pernyataan tegas dari Pemberi Wasiat: harta kekayaan apa saja yang dimilikinya, kepada siapa ia akan memberikan harta tersebut, berapa bagian masing-masing, serta menunjuk pihak lain untuk melaksanakan wasiat tersebut. Dan selama pemberi wasiat tersebut masih hidup, ia masih punya kesempatan untuk mencabut atau merubah kembali surat wasiatnya.
Bentuk-Bentuk Surat Wasiat
- Surat Wasiat Olografis
Surat Wasiat yang dibuat secara dibawah tangan, yaitu ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh Pemberi wasiat kemudian disimpan di Notaris. Kemudian Notaris membuatkan Akta Penyimpanan yang ditandatangani oleh Pemberi Wasiat dan Notaris serta saksi-saksi.
- Surat Wasiat Umum
Surat Wasiat yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris. Surat Wasiat ini akan ditandatangani Pemberi Wasiat dan Notaris dan juga 2 orang saksi.
- Surat Wasiat Rahasia
Surat Wasiat ini dibuat oleh Pemberi Wasiat dalam surat tertutup. Dan kemudian diberikan kepada Notaris juga dalam keadaan tertutup dihadapan 4 orang saksi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Surat Wasiat:
- Pemberi Wasiat telah dewasa
- Obyek Wasiat dijelaskan secara tegas.
Baik wasiat menurut KUHPer maupun menurut KHI, harus memenuhi syarat formil atau tidak boleh melanggar pembentukannya yaitu menurut KUHPer harus dibuat secara tertulis dengan dua orang saksi dan melalui Notaris, sedangkan menurut KHI bisa berupa lisan maupun tulisan tetapi tetap harus dihadapan dua orang saksi atau notaris. Ketika surat wasiat itu dibuat tidak memenuhi syarat formil, maka surat wasiat tersebut terancam batal. Dan surat wasiat tersebut tidak dapat diubah karena pewaris telah meninggal dunia. Dengan batalnya surat wasiat, maka pembagian waris akan mengikuti sistem yang dianut, apakah sistem hukum Islam, waris perdata (BW) atau waris adat.
Didalam konsep hukum waris di Indonesia dikenal dengan konsep Legitieme Portie yg artinya menurut pasal 913 KUHPerdata ialah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada warism garis lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik sekalu pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Jadi, pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak boleh melanggar hak mutlak (yang harus dimiliki) dari ahli waris berdasarkan Undang-undang tersebut. Legitieme Portie ini adalah bagian yang ditentukan berdasarkan Undang-Undang KUHPerdata. Namun demikian, terhadap setiap pemberian wasiat atau penghibahan yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam pewarisan, dapat dilakukan pengurangan hanya berdasarkan tuntutan dari ahli waris ataupun pengganti mereka. Artinya, konsep dari Legitieme Portie tersebut baru berlaku kalau dituntut. Kalau para ahli waris sepakat dan tidak mengajukan tuntutan terhadap berkurangnya bagian mutlak mereka tersebut, maka wasiat ataupun pembagian waris yang melampaui Legitieme Portie tersebut tetap berlaku.